Agar Nasehat Kita Didengar oleh Anak
Suatu hari penulis berbincang- bincang dengan salah seorang teman yang kebetulan memiliki beberapa anak. Dia bercerita kalau anak sekarang sangat susah diatur, kalau dinasehati suka membantah, nasehatnya terkadang masuk telinga kanan langsung keluar telinga kiri begitu pula sebaliknya.
Abi Umi tentunya pernah mengalami bersama buah hatinya seperti kejadian di atas. Anak lebih patuh nasihat dari guru daripada orang tuanya sendiri, dan tentunya hal ini akan membuat kita merasa diremehkan, tidak dihargai, tidak didengar nasehatnya dan terkadang memacu emosi kita.
Orang tua yang bijak tentunya bisa menyikapinya dengan mencoba berfikir apakah nasehat yang kita berikan kepada anak sudah sesuai dengan perilaku kita, jangan-jangan yang kita nasehatkan atau yang kita perintahkan tidak sesuai dengan tindakan dan perilaku kita sehari-hari, sebagai contoh kita memberikan nasihat kepada anak untuk pergi ke masjid ketika azan berkumandang tetapi kita sendiri tidak pergi ke masjid, kita menyuruh anak membaca Al Qur'an sedangkan kita sendiri membaca Koran, kita menyuruh anak untuk tidak main game sedangkan kita asyik sendiri dengan game, kita menyuruh anak kita belajar sedangkan kita asyik menyaksikan sinetron dan sederet contoh yang lain.
Mari kita simak kisah Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang ulama tabi'in, dikenal seorang ulama yang nasihatnya sangat berkesan. Saat dilakukan penelusuran dan penelitian, ternyata rahasianya adalah kesesuaian antara ucapan dengan perbuatannya. Pada suatu hari sekumpulan hamba sahaya mendatangi Al-Hasan Al-Bashri, mereka meminta kepadanya agar dalam pengajian mendatang beliau berbicara tentang keutamaan memerdekakan budak. Harapan mereka, para pendengar yang banyak dari kalangan para tuan mereka, akan langsung memerdekakan para hamba sahayanya. Mendengar permintaan tersebut, Al-Hasan Al-Bashri menjawab, “Insya Allah.”
Ternyata saat pengajian dibuka, dia tidak menyampaikan keutamaan memerdekakan budak. Maka para hamba sahaya itu mendatanginya lagi dan mengulangi permintaan yang lalu. Al-Hasan Al-Bashri menjawab permintaan mereka dengan mengatakan, “insya Allah.” Dan saat pengajiannya dibuka, dia pun tidak menyampaikan tema keutamaan memerdekakan budak. Dan para hamba sahaya itu mendatanginya lagi dan mengulangi permintaan mereka sebagaimana yang lalu. Pada saat waktu pengajian tiba, Al-Hasan Al-Bashri menyampaikan tema keutamaan memerdekakan budak. Benar saja para tuan yang hadir dalam forum itu langsung memerdekakan hamba sahaya mereka. Dan jadilah mereka manusia-manusia merdeka.Para hamba sahaya yang telah menjadi manusia merdeka itu pun mendatangi Al-Hasan Al-Bashri lagi. Mereka mengucapkan terima kasih sekaligus celaan, kenapa tidak dari awal Al-Hasan Al-Bashri menyampaikan materi tentang keutamaan memerdekakan budak. Kalau demikian, niscaya mereka telah menjadi manusia merdeka sejak kemarin-kemarin. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan, bahwa waktu pengajian pertama tiba, dia belum mempunyai uang untuk membeli budak. Begitu juga saat pengajian kedua. Baru menjelang majelis pengajian yang ketiga, dia mempunyai cukup uang untuk membeli budak. Lalu di depan khalayak, ia langsung memerdekakan semua budak yang dibelinya. Setelah itulah dia baru bisa berbicara tentang keutamaan memerdekakan budak. Subhanallah.
Penulis mengambil inti sari dari cerita di atas bahwa kalau ingin perkataan kita didengar dan dilaksanakan dengan baik oleh anak-anak kita, maka selaraskanlah antara perkataan dan perbuatan kita. Jangan sampai kita melarang sesuatu sedangkan kita malah melakukannya jangan sampai kita memerintahkan sesuatu sedangkan kita tidak melakukannya. Hati-hatilah dengan ancaman dari Allah yang terdapat dalam surat As shaf ayat 2 dan 3 :
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.